- Browsing is boring after a while. Reading is never.
- Where's the line between friends, bestfriends, occasional friends, and the other kind of friends? Is there a line anyway?
- We're not that different with our parents anyway, not sure if that's genetic or because we live with them.
- I'm going to visit some places around the world, that's the most clear purpose of my life now.
- Things I have or not, I need or not, I wish or not.
- How is it feel like to love something like there's nothing else?
- Idea of love VS how to love. It's a life lesson.
- Present? Past? Future? Circle back and forward, then back again.
27 Juli 2009
Some Thoughts...
18 Juli 2009
Takutkah kamu?
Hari ini, teror itu kembali.
Saya tahu dengan cara tidak terduga. Seorang ibu yang duduk di sebelah saya di bus tiba-tiba menanyakan itu. Gawatnya, anaknya ternyata PKL di sana dan tidak bisa dihubungi. Untunglah beberapa saat kemudian, anaknya mengabarkan bahwa dia sudah tiba di rumah dengan selamat.
Awalnya saya berpikir ini mungkin masalah kompor yang meledak atau apa. Sama sekali tidak terbayang soal terorisme. Bahkan setelah tau itu bom, saya masih tenang-tenang saja, dan sempat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Malam ini, setelah menonton berita, baru sadar betapa saya mengecilkan masalah bom di dua hotel ini.
Salah satu dampaknya, Manchester United batal datang ke Indonesia. Padahal iklannya sudah sangat bombastis (kabarnya mereka sengaja belajar bahasa Indonesia!! tentu saja sebatas dua kalimat sudah membuat kita bangga ^^ ). Menurut Ketua PSSI, kerugian yang diakibatkan akibat pembatalan ini mencapai 50 miliar rupiah.
Tapi 50 miliar apalah artinya, karena dampak non materiil jauh lebih berat. Beberapa nyawa melayang, lainnya luka-luka. Kemampuan pemerintah menjaga keamanan diragukan. Kedatangan salah satu klub besar dunia yang mungkin tidak akan terjadi untuk kedua kali. Melayangnya kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Ditambah lagi, terorisme ini juga dikaitkan dengan pemilihan umum yang baru berlangsung.
Yang lebih penting lagi, aksi pengeboman ini membawa ketakutan baru. Dua ledakan di Kuningan, menimbulkan kecurigaan akan aksi-aksi serupa. Korsleting listrik di Angke bahkan sempat dikabarkan sebagai ledakan bom ketiga sebelum akhirnya diklarifikasi.
Baru saja, saya menerima SMS yang menyatakan, hari ini akan ada beberapa bom lain yang meledak. SMS ini juga memuat daftar nama tempat yang harus dihindari dan tidak lupa permintaan untuk memforward SMS tersebut. Bukan saya tidak berterima kasih, tapi saya selalu beranggapan memforward SMS macam ini tidak perlu.
KETAKUTAN adalah tujuan utama terorisme. Itulah mengapa aksi-aksi macam ini disebut teror-isme.
Di Amerika, pihak-pihak tertentu dengan gencar melancarkan isu-isu terorisme. Akibatnya, ketakutan dan kecurigaan meningkat. Serangan perang dilakukan. Dan akhirnya, apakah semua itu perlu? Mungkin tidak.
Waspada, tapi jangan takut. Berduka, tapi jangan takut.
SMS yang menyebarkan isu bom di tempat-tempat lain sungguh tidak bertanggung jawab. Siapa pengirim awalnya? Dari mana dia mengetahui informasi tersebut? Mengapa dia tidak langsung saja melaporkan kepada pihak berwenang? Selau bertanya-tanyalah apabila kamu mendapatkan informasi seperti ini. Dan yang paling penting, seberapa besar kemungkinan bahwa informasi itu BENAR?
Bom menghancurkan apa yang terlihat, datang tiba-tiba, dan sulit kita hindari. Tapi kita dapat mengatur bagaimana sikap kita. Apakah kita akan memilih bersembunyi dan bergantung pada isu-isu yang kurang terpercaya? Atau kita akan memilih berani dan terus melangkah?
It's your choice.
Saya tahu dengan cara tidak terduga. Seorang ibu yang duduk di sebelah saya di bus tiba-tiba menanyakan itu. Gawatnya, anaknya ternyata PKL di sana dan tidak bisa dihubungi. Untunglah beberapa saat kemudian, anaknya mengabarkan bahwa dia sudah tiba di rumah dengan selamat.
Awalnya saya berpikir ini mungkin masalah kompor yang meledak atau apa. Sama sekali tidak terbayang soal terorisme. Bahkan setelah tau itu bom, saya masih tenang-tenang saja, dan sempat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Malam ini, setelah menonton berita, baru sadar betapa saya mengecilkan masalah bom di dua hotel ini.
Salah satu dampaknya, Manchester United batal datang ke Indonesia. Padahal iklannya sudah sangat bombastis (kabarnya mereka sengaja belajar bahasa Indonesia!! tentu saja sebatas dua kalimat sudah membuat kita bangga ^^ ). Menurut Ketua PSSI, kerugian yang diakibatkan akibat pembatalan ini mencapai 50 miliar rupiah.
Tapi 50 miliar apalah artinya, karena dampak non materiil jauh lebih berat. Beberapa nyawa melayang, lainnya luka-luka. Kemampuan pemerintah menjaga keamanan diragukan. Kedatangan salah satu klub besar dunia yang mungkin tidak akan terjadi untuk kedua kali. Melayangnya kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Ditambah lagi, terorisme ini juga dikaitkan dengan pemilihan umum yang baru berlangsung.
Yang lebih penting lagi, aksi pengeboman ini membawa ketakutan baru. Dua ledakan di Kuningan, menimbulkan kecurigaan akan aksi-aksi serupa. Korsleting listrik di Angke bahkan sempat dikabarkan sebagai ledakan bom ketiga sebelum akhirnya diklarifikasi.
Baru saja, saya menerima SMS yang menyatakan, hari ini akan ada beberapa bom lain yang meledak. SMS ini juga memuat daftar nama tempat yang harus dihindari dan tidak lupa permintaan untuk memforward SMS tersebut. Bukan saya tidak berterima kasih, tapi saya selalu beranggapan memforward SMS macam ini tidak perlu.
KETAKUTAN adalah tujuan utama terorisme. Itulah mengapa aksi-aksi macam ini disebut teror-isme.
Di Amerika, pihak-pihak tertentu dengan gencar melancarkan isu-isu terorisme. Akibatnya, ketakutan dan kecurigaan meningkat. Serangan perang dilakukan. Dan akhirnya, apakah semua itu perlu? Mungkin tidak.
Waspada, tapi jangan takut. Berduka, tapi jangan takut.
SMS yang menyebarkan isu bom di tempat-tempat lain sungguh tidak bertanggung jawab. Siapa pengirim awalnya? Dari mana dia mengetahui informasi tersebut? Mengapa dia tidak langsung saja melaporkan kepada pihak berwenang? Selau bertanya-tanyalah apabila kamu mendapatkan informasi seperti ini. Dan yang paling penting, seberapa besar kemungkinan bahwa informasi itu BENAR?
Bom menghancurkan apa yang terlihat, datang tiba-tiba, dan sulit kita hindari. Tapi kita dapat mengatur bagaimana sikap kita. Apakah kita akan memilih bersembunyi dan bergantung pada isu-isu yang kurang terpercaya? Atau kita akan memilih berani dan terus melangkah?
It's your choice.
14 Juli 2009
12 Juli 2009
11 Juli 2009
little notes...
Do you know...
regatta means a boat race, contingent of athletes, parade?
Before, I just thought it's a name of a cool building in Jakarta.
Do you know...
apparently, thinking can really change the way the brain works? It's a concept called neuroplasticity.
So yes, you can do anything and be everything you want. You only need to put super extra efforts and time to practice and practice.
Do you know...
"Just living is not enough...One must have sunshine, freedom, and a little flower." - Hans Christian Andersen -
But you know this already, don't you? *wink*
regatta means a boat race, contingent of athletes, parade?
Before, I just thought it's a name of a cool building in Jakarta.
Do you know...
apparently, thinking can really change the way the brain works? It's a concept called neuroplasticity.
So yes, you can do anything and be everything you want. You only need to put super extra efforts and time to practice and practice.
Do you know...
"Just living is not enough...One must have sunshine, freedom, and a little flower." - Hans Christian Andersen -
But you know this already, don't you? *wink*
07 Juli 2009
06 Juli 2009
The Tipping Point
To make it short, this book is about social epidemic, like how a trend (any trend) started.
I like most of its content, but this is my favorite.
Why?
Because now I have another excuse for being somebody (which I think) not me sometimes. =P
P.S : Just read through my old postings, and it makes me have this strange feeling... hihihi..
I like most of its content, but this is my favorite.
Character, then, isn't what we think it is or, rather, what we want it to be. It isn't a stable, easily indentifiable set of closely related traits, and it only seems that way because of a glitch in the way our brains are organized. Character is more like a bundle of habits and tendencies and interests, loosely bound together and dependent, at certain times, or circumstance and context. The reason that most of us seem to have a consistent character is that most of us are really good at controlling our environment.
Why?
Because now I have another excuse for being somebody (which I think) not me sometimes. =P
P.S : Just read through my old postings, and it makes me have this strange feeling... hihihi..
Langganan:
Postingan (Atom)