Hari ini, teror itu kembali.
Saya tahu dengan cara tidak terduga. Seorang ibu yang duduk di sebelah saya di bus tiba-tiba menanyakan itu. Gawatnya, anaknya ternyata PKL di sana dan tidak bisa dihubungi. Untunglah beberapa saat kemudian, anaknya mengabarkan bahwa dia sudah tiba di rumah dengan selamat.
Awalnya saya berpikir ini mungkin masalah kompor yang meledak atau apa. Sama sekali tidak terbayang soal terorisme. Bahkan setelah tau itu bom, saya masih tenang-tenang saja, dan sempat jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Malam ini, setelah menonton berita, baru sadar betapa saya mengecilkan masalah bom di dua hotel ini.
Salah satu dampaknya, Manchester United batal datang ke Indonesia. Padahal iklannya sudah sangat bombastis (kabarnya mereka sengaja belajar bahasa Indonesia!! tentu saja sebatas dua kalimat sudah membuat kita bangga ^^ ). Menurut Ketua PSSI, kerugian yang diakibatkan akibat pembatalan ini mencapai 50 miliar rupiah.
Tapi 50 miliar apalah artinya, karena dampak non materiil jauh lebih berat. Beberapa nyawa melayang, lainnya luka-luka. Kemampuan pemerintah menjaga keamanan diragukan. Kedatangan salah satu klub besar dunia yang mungkin tidak akan terjadi untuk kedua kali. Melayangnya kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Ditambah lagi, terorisme ini juga dikaitkan dengan pemilihan umum yang baru berlangsung.
Yang lebih penting lagi, aksi pengeboman ini membawa ketakutan baru. Dua ledakan di Kuningan, menimbulkan kecurigaan akan aksi-aksi serupa. Korsleting listrik di Angke bahkan sempat dikabarkan sebagai ledakan bom ketiga sebelum akhirnya diklarifikasi.
Baru saja, saya menerima SMS yang menyatakan, hari ini akan ada beberapa bom lain yang meledak. SMS ini juga memuat daftar nama tempat yang harus dihindari dan tidak lupa permintaan untuk memforward SMS tersebut. Bukan saya tidak berterima kasih, tapi saya selalu beranggapan memforward SMS macam ini tidak perlu.
KETAKUTAN adalah tujuan utama terorisme. Itulah mengapa aksi-aksi macam ini disebut teror-isme.
Di Amerika, pihak-pihak tertentu dengan gencar melancarkan isu-isu terorisme. Akibatnya, ketakutan dan kecurigaan meningkat. Serangan perang dilakukan. Dan akhirnya, apakah semua itu perlu? Mungkin tidak.
Waspada, tapi jangan takut. Berduka, tapi jangan takut.
SMS yang menyebarkan isu bom di tempat-tempat lain sungguh tidak bertanggung jawab. Siapa pengirim awalnya? Dari mana dia mengetahui informasi tersebut? Mengapa dia tidak langsung saja melaporkan kepada pihak berwenang? Selau bertanya-tanyalah apabila kamu mendapatkan informasi seperti ini. Dan yang paling penting, seberapa besar kemungkinan bahwa informasi itu BENAR?
Bom menghancurkan apa yang terlihat, datang tiba-tiba, dan sulit kita hindari. Tapi kita dapat mengatur bagaimana sikap kita. Apakah kita akan memilih bersembunyi dan bergantung pada isu-isu yang kurang terpercaya? Atau kita akan memilih berani dan terus melangkah?
It's your choice.
2 komentar:
fen.. hehe.. kebayang sih pada awalnya lo ga gitu peduli sama bom, pasti masih haha hihihi.. trus pas liat berita baru ngeh hehehe.. gw juga sedih fen denger berita ini, tapi ya, seperti yang lo bilang, tergantung pilihan kita untuk merespon peristiwa ini.
dan gw sangat setuju, jangan2 orang yang pada awalnya ngirimin SMS itu adalah si teroris itu sendiri, demi menyebarkan ketakutan dan keresahan. ck..
so, kapan mau jalan2 lagi fen? :D
yup! masih haha hihi seharian...mungkin gw tipe orang yang mengaitkan segala sesuatu secara visual kali ya...jadi pas liat di TV, asap2 mengepul, ruangan hancur berantakan, baru deh berasa.
dah ada rencana lanjutan kok deh, minggu ini kita jalan lagi, hehehe...
Posting Komentar